Tuesday, 17 October 2017

Sejarah Kemunculan, Sekte-Sekte, dan Doktrin-Doktrin Aliran Murji'ah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Aliran Murji’ah merupakan salah satu aliran yang dipelajari dalam Teologi Islam. Munculnya aliran ini dilatar belakangi oleh persoalan politik, yaitu soal khalifah (kekhalifahan). Setelah terbunuhnya khalifah Usman ibn Affan, umat Islam terpecah kedalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu’awiyah. Kelompok Ali lalu terpecah pula kedalam dua golongan yaitu golongan yang setia membela Ali (disebut Syiah) dan golongan yang keluar dari barisan Ali (disebut Khawarij). Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan Khawarij dalam merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk dinasti Umaiyah. Syiah dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya. Syiah menentang Mu’awiyah karena menuduh Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah karena ia dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebut, terjadi ditengah-tengah suasana pertikaian ini, muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi golongan “Murji’ah”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Kapan Kemunculan Murji’ah ?
2.      Bagaimana Doktrin-Doktrin Pokok Murji’ah ?
3.      Bagaimana Sekte-Sekte Murji’ah ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Kemumculan Murji’ah
Nama murji’ah di ambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah.Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu murji’ah, artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah diperkirakan lahir bersama dengan kemumculan Syi’ah dan Khawarij yang pada saat itu merupakan musuh berat Khawarij.
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin murji’ah. Muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang di perlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib. Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Penggagas teori ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah, pada tahun 680, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiya dalam sebuah surat pendeknya menunjukan sikap politiknya dengan mengatakan, “Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan Utsman, Ali dan Zubair.” Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Kemudian Ia mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau mengagungkan Ali dan Para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan si pendosa Utsman.  
Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yakni kubu khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an, dalam pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba, membunuh tanpa alasan yang benar durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik. Pendapat ini ditentang sekelompok sahabat yang kemudian di sebut murji’ah. Yang mengatakan bahwa perbuatan dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah SWT, apakah mengampuninya atau tidak.

B.     Doktrin-Doktrin Murji’ah
Ajaran pokok murji’ah pada dasarnya bersumber dari doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan yang dihadapinya, baik dibidang politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok murji’ah dikenal pula sebagai the queietists ( kelompok bungkam). sehingga membuat murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul pada saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang di tanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan, tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi, hukuman atas dosa (punishment of sins), ada yang kafir (infidel) dikalangan generasi awal islam, tobat (redress of wrongs).
Berkaitan dengan doktrin teologi murji’ah, W. Montgomery watt merincinya sebagai berikut :
a.       Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b.      Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-khalifah Ar-Rasyidun.
c.       Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
d.      Doktrin-doktrin murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptic dan empiris dari kalangan Helenis.

Masih berkaitan dengan doktrin teologi murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu :
a.       Menunda hukuman atas  Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b.      Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c.       Meletakkan ( pentingnya) iman dari pada amal.
d.      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

Sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Maududi (1903-1979) menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu :
a.       Iman adalah cukup dengan percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap di anggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang di fardukan dan melakukan dosa besar.
b.      Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.

C.    Sekte-Sekte Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat dikalangan para pendukung Murji’ah. Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan murji’ah menjadi dua sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim. Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Mereka di siksa sebesar dosanya, dan bila di ampuni oleh Allah sehingga tidak masuk neraka sama sekali.
Harun nasution menyebutkan bahwa sekte murji’ah yang ekstrim adalah yang berpandangan bahwa keimanan terletak didalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya menggambarkan apa yang ada didalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan.
Adapun yang bergolongan ekstrim adalah Al-jahmiyah, Ash- Shalihiyah, Al- Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Hasaniyah. Pandangan kelompok ini dapat di jelaskan seperti berikut ;
a.       Jahmiyah, kelompok jahm bin shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b.      Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Shalat bukan merupakan ibadah kepada Allah. Yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
c.       Yunusiyah dan Ubaidiyah melontarkan pertanyaan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, muqatil bin sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik (polytheist).
d.      Hasaniyah menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan, “ saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini, “ maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan “ saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di india atau di tempat lain.[1]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nama murji’ah di ambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Murji’ah dibagi menjadi dua sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim. Aliran Murji’ah yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman, berarti dia tetap mukmin, bukan kafir walaupun ia melakukan dosa besar. Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak. Dan dikatakan Murji’ah karena ada sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia: 2015)
http://makalahqwahyu.blogspot.co.id/2016/07/makalah-ilmu-kalam-aliran-murjiah.html



[1] Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia: 2015) Hlm. 70-75

0 comments:

Post a Comment

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

kumpulan makalah afif

Popular Posts

Powered by Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Kumpulan Artikel dan Makalah Belajar Lebih Dalam Tentang Islam | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com