Tuesday 7 November 2017

Pengertian Psikologi dan Tasawuf , Hubungan psikologi dan Tasawuf, Dimensi Psikologi Dalam Tasawuf

A.    Pendahuluan
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku atau karakter manusia. Tasawuf adalah membersihkan diri dengan menjalankan konsep tahali, takhali dan tajali yaitu dengan menghiasi diri dengan kebaikan, menjauhi larangan Allah SWT dan lebih meningkatkan keimanan serta lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seorang sufi yang bersih hatinya dan menerapkan tiga konsep tersebut dalam kehidupan maka akan secara otomatis keadaan psikologisnya baik karena hidupnya sudah mengikuti ajaran tasawuf, yaitu ajaran yang diridhai Allah SWT. 
Psikologi ada korelasi atau hubungan dengan tasawuf yaitu psikologi dapat mempengaruhi tingkat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, seseorang yang secara psikologis baik dan tidak pernah berbuat kejelekan, maka akan lebih mudah menjalankan konsep tasawuf tahali, takhali dan tajali. Yaitu dengan menghiasi diri dengan kebaikan, menjauhi larangan Allah SWT dan lebih meningkatkan keimanan serta lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih rinci tentang pengertian psikologi dan tasawuf , hubungan psikologi dan tasawuf, dimensi psikologi dalam tasawuf.

B.     Pengertian Psikologi dan Tasawuf
a.       Pengertian Psikologi
Kata “psikologi” berasal dari kata Yunani psyche dan logos. Psyche berarti nafas, karena itu hidup (dikaitkan atau dicirikan dengan nafas), asas yang menghidupkan dalam diri manusia serta makhluk hidup lainnya, sumber segala aktifitas hidup, jiwa atau ruh atau asas yang menghidupkan dalam keseluruhan alam semesta, ruh dunia. Sedangkan logos berarti kata atau bentuk yang menampakkan asas itu. Dalam teologi, logos berarti firman Tuhan. Jadi psikologi mulanya berarti kata atau bentuk yang mengungkapkan asas kehidupan, jiwa atau ruh.
Menurut Frank J. Bruno pengertian psikologi terbagi menjadi tiga artian, yang pertama psikologi adalah studi (penyelidikan) mengenai ruh. Yang kedua psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. Yang ketiga psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mengenai tingkah laku organisme.
Menurut Chaplin psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku manusia dan hewan, studi mengenai organisme dalam segala variasi dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan (sosial) yang merubah lingkungan.[1] 
b.      Pengertian Tasawuf
Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab dari kata ”tashowwafa– yatashowwafu-tashowwuf” mengandung makna  (menjadi) berbulu yang banyak, yakni menjadi seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari bulu domba/wol (suuf), walaupun pada prakteknya tidak semua ahli sufi pakaiannya menggunakan wol. Menurut sebagian pendapat menyatakan bahwa para sufi diberi nama sufi karena kesucian (shafa) hati mereka dan kebersihan tindakan mereka. Di sisi yang lain menyebutkan bahwa seseorang disebut sufi karena mereka berada dibaris terdepan (shaff) di hadapan Allah, melalui pengangkatan keinginan mereka kepada-Nya. Bahkan ada juga yang mengambil dari istilahash-hab al-Shuffah, yaitu para shahabat Nabi SAW yang tinggal di kamar/serambi-serambi masjid (mereka meninggalkan dunia dan rumah mereka untuk berkonsentrasi beribadah dan dekat dengan Rasulullah SAW).
Pada intinya tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan diri (tazkiyatunnafs) dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan dunia yang meyebabkan lalai dari Allah SWT untuk kemudian memusatkan perhatiannya hanya ditujukan kepada Allah SWT. Menurut Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi bahwa tasawuf adalah ilmu yang menerangkan tentang keadaan-keadaan jiwa (nafs) yang dengannya diketahui hal-ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, jalan menuju Allah, dan meninggalkan (larangan-larangan) Allah menuju (perintahperintah) Allah SWT.[2]

C.    Hubungan Psikologi dan Tasawuf
Psikologi agama mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya dalam penelaahan kajian empiris. Dalam hubungan ini, ternyata agama terbukti mempunyai peranan penting dalam perawatan jiwa. Oleh karenanya metode yang digunakan dalam penelitian Ilmu Jiwa agama tidak berbeda dengan metode ilmiyah yang dipakai oleh cabang-cabang Ilmu Jiwa agama.
Ketika seseorang dalam prilaku kehidupan keberagamaannya baik dan sesuai dengan ketentuan nilai-nilai Ilahiyah, maka ada kemungkinan dalam tingkat spiritual keagamaannya tinggi. Inilah hasil dari implementasi dan aplikasi ke-tasawufannya. Dalam hal ini kejiwaan seseorang berpengaruh besar dalam kehidupan spiritual dan tingkah laku dalam pergaulannya. Berarti antara kesufian dan psikologi agama sangat berkaitan. Dan bukan hal yang tidak mungkin para sufi adalah pakar ilmu jiwa sekaligus dokter jiwa. Hubungan ini tentunya dalam implementasi ilmu jiwa yang dimaksud adalah sentuhan-sentuhan rohani keislaman.
Para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia yang mengarah dalam inti kehidupan manusia pada unsur spiritual atau kejiwaannya. Dalam pandangan sufi juga disebutkan, bahwa akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah nafsunafsu hewani atau nabati, maka yang akan tampil dalam prilakunya adalah prilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, maka yang akan tampil dalam prilakunya adalah prilaku insani.
Memang harus diakui, jiwa manusia terkadang sakit. Dalam hal ini, seseorang tidak akan sehat jiwanya secara sempurna kalau tidak melakukan perjalanan menuju Allah dengan benar. Jiwa manusia juga membutuhkan prilaku (moral) yang luhur sebab kebahagiaan tidak akan dapat diraih tanpa akhlak yang luhur, juga tidak dapat memilikinya tanpa melakukan perjalanan menuju Allah. Dalam kaitan ini berarti sangat diperlukan latihan-latihan kejiwaan dalam bentuk riyadhoh dan mujahadah menuju spiritual yang maksimal.
Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa seseorang yang dekat dengan Tuhannya maka dia akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman. Sehingga akan berpengaruh pada sikap dan tindaktanduknya dalam kehidupan. Prilaku kehidupan keagamaan seseorang itu dipengaruhi dari jiwanya yang mengarah pada kebaikan atau keburukan. Dengan demikian sangat jelaslah keterkaitan tasawuf dengan psikologi agama (Ilmu Jiwa Agama).[3]

D.    Dimensi Psikologi Dalam Tasawuf
Dimensi psikologi dalam tasawuf tebagi menjadi tiga dimensi, yang pertama dimensi penalaran yaitu menerangkan berbagai gejala perilaku manusia, corak relasi, dan kehidupannya. Nalar manusia yang paham tentang ajaran tasawuf maka secara psikologi baik karena ia akan selalu berbuat kebaikan dan takut berbuat keburukan. Yang kedua dimensi pengendalian yaitu dimensi yang meningkatkan kesejahteraan mental dan kehidupan manusia, serta mencegah praktik yang tidak benar dan efek negatif dari psikologi itu sendiri dan ilmu lainnya. Seorang sufi juga secara otomatis mampu mengendalikan diri agar hidupnya selalu taat terhadap aturan sehingga hidupnya akan tertata. Yang ketiga dimensi peramalan yaitu dimensi yang membuat pikiran tentang pola perilaku manusia dalam berbagai situasi dan akibat-akibatnya pada masa depan berdasarkan data yang akurat. Seorang sufi akan mampu meramalkan dampak apa yang akan terjadi atas perbuatan yang telah dilakukannya tersebut, minimal ia mampu memnimalisir dampak buruk dari suatu kejadian buruk yang dialaminya.
Dimensi psikologi dalam tasawuf juga berfungsi mengembangkan kesehatan mental manusia dan menata perilaku berguna yang dikenal dengan istilah keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Kesehatan mental dan kualitas keberagamaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Mental yang sehat mempengaruhi kualitas keberagamaan, dan kualitas keberagamaan mempengaruhi kesehatan mental.
Dapat disimpulkan bahwa dimensi psikologi dapat mempengaruhi tingkat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, seseorang yang secara psikologis baik dan tidak pernah berbuat kejelekan, maka akan lebih mudah menjalankan konsep tasawuf tahali, takhali dan tajali. Yaitu dengan menghiasi diri dengan kebaikan, menjauhi larangan Allah SWT dan lebih meningkatkan keimanan serta lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seorang sufi yang bersih hatinya dan menerapkan tiga konsep tersebut dalam kehidupan maka akan secara otomatis keadaan psikologisnya baik karena hidupnya sudah mengikuti ajaran tasawuf, yaitu ajaran yang diridhai Allah SWT.[4]
  
E.     Kesimpulan
Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku manusia dan hewan, studi mengenai organisme dalam segala variasi dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan (sosial) yang merubah lingkungan.
Tasawuf Adalah suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan diri (tazkiyatunnafs) dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan dunia yang meyebabkan lalai dari Allah SWT untuk kemudian memusatkan perhatiannya hanya ditujukan kepada Allah SWT.
Hubungan Psikologi dengan Tasawuf adalah psikologi dapat mempengaruhi tingkat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, seseorang yang secara psikologis baik dan tidak pernah berbuat kejelekan, maka akan lebih mudah menjalankan konsep tasawuf tahali, takhali dan tajali. Yaitu dengan menghiasi diri dengan kebaikan, menjauhi larangan Allah SWT dan lebih meningkatkan keimanan serta lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dimensi Psikologi dalam Tasawuf terbagi menjadi tiga yaitu dimensi penalaran, dimensi pengendalian, peramalan. Dimensi ini menjelaskan tentang penalaran manusia yang harus bisa melatih dan mengendalikan diri agar selalu berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk, selain itu juga harus mampu meramalkan apakah perbuatan kita akan berdampak buruk kedepannya atau tidak.

F.    DAFTAR PUSTAKA
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian, Yogyakarta: Fajar Media Press, 2010.
Badrudin, Akhlak Tasawuf, Serang: IAIB Press, 2015.
Abdulkarim Utsman, Al-Dirasait Al-Nafsiyyah Ind Al-Muslimin, Maktabah Wahbah 1401 H.



[1] Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian, Yogyakarta: Fajar Media Press, 2010, H 25
[2] Badrudin, Akhlak Tasawuf, Serang: IAIB Press, 2015, H 57-58
[3] Ibid H 88-89
[4] Abdulkarim Utsman, Al-Dirasait Al-Nafsiyyah Ind Al-Muslimin, H 22
Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

kumpulan makalah afif

Popular Posts

Powered by Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Kumpulan Artikel dan Makalah Belajar Lebih Dalam Tentang Islam | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com