TAUHID : PRINSIP TATA POLITIK
Tauhid menegaskan bahwa “Sesungguhnya ummah mu ini adalah ummah
yang satu yang tuhannya adalah Allah. Karenanya, sembahlah Dia dan
mengabdilah kepada-Nya. Bahwa orang-orang beriman adalah bersaudara, saling
mencintai dan menasehati agar menetapi kebenaran dan kesabaran. Yang
bersama-sama pada tali Allah dan tidak bercerai-berai,saling mengandalkan,
mematuhi Allah dan Rosulnya yang merupakan relevansi tauhid dengan masyarakat.
Ummah adalah suatu tatanan manusia yang sepakat dalam tiga hal:
pikiran, perasaan, dan tindakan. Ummah adalah suatu persaudaraan universal yang
tidak mengenal warna kulit atau identitas etnis. Pada intinya semua manusia
adalah satu, yang membedakan hanyalah taqwa. Harus saling membantu sesama dalam
berbagai hal, entah membantu secara pikiran maupun materi. Ummah tidak tidak
didasarkan pada ras, wilayah teritorial, bahasa, ataupun kekuasaan militer dan
politik, atau sejarah masa lampau. Ia didasarkan pada Islam. Siapapun yang
memilih Islam sebagai agamanya dan mengatur kehidupannya dengan hukum-hukumnya
berarti secara ipso facto telah menjadi anggota Ummah. Inilah makna dari
persyaratan yuristik syahadah, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan kecuali Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah. Seorang muslim mempunyai hak, bebas melakukan
apapun selama tidak bertentangan dengan syari’ah dan mematuhi hukum yang
ada. Jika hukum tersebut mempengaruhi kehidupannya dengan cara merugikan Islam,
maka ia boleh hijrah ke wilayah lain yang
sesuai. Ummah tidak berkewajiban untuk ikut campur atas namanya. Akan tetapi
adalah tugas setiap individu muslim untuk menyeru orang-orang lain kepada islam
dan berusaha membangun ummah dinegeri tempat tinggalnya. Manakala jumlah kaum
muslimin telah cukup banyak dinegeri itu, maka adalah kewajiban mereka untuk
mengusahakan syari’ah agar menjadi hukum dinegeri itu.
I.
TAUHID DAN KHILAFAH
Ummah, sebagaimana didefinisikan diatas, adalah agen rekonstruksi,
atau pembaruan dunia untuk memenuhi kehendak ilahi. Ummah sama dengan negara,
dalam arti bahwa ia berdaulat, dan memiliki organ-organ serta kekuasaan yang
diperlukan oleh kedaulatan tersebut. Sebagai negara, ummah lebih tepat disebut
sebagai khalifah daripada daulah. Kekhalifahan adalah suatu kesepakatan tiga
dimensi : kesepakatan wawasan, kekuatan dan produksi.
A.
KESEPAKATAN WAWASAN (IJMA’
AL-RU’YAH)
Adalah komunitas pikiran atau kesadaran, dan mempunyai tiga
komponen. Yang pertama adalah pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk
kehendak ilahi dan tentang gerakan dalam sejarah, yang telah dihasilkan olih
realisasi nilai-nilai tersebut. Pengetahuan bersifat sistematis dan historis,
yang didasarkan pada wahyu. Yaitu Al-Quran, sunnah; dan akan, melalui
pemahamannya akan proses-proses sendiri, Akan realita umum, alam, manusia dan
masyarakat, baik dalam kasus wahyu maupun kasus akal.
Pengetahuan akan bergerak dalam sejarah yang telah dilahirkan oleh
realisasi nilai-nilai Islam, materi-materi khusus dari aktualisasi nilai
memberi pengaruh pedagogis yang berharga yang sangat baik pada mereka dan
mempelajarinya dan lebih mudah untuk diserapi dan diingat daripada isi dari
telah sistematis. Maka perlulah baginya untuk mengaitkan nilai-niilai dengan
masa kini, dan menetapkan materi mana yang akan merealisasikan nilai yang mana,
bagaimana kondisi-kondisi masa kini mempengaruhi tata urutan nilai-nilai dalam
tugas untuk mengaktualisasikannya. Kesepakatan wawasan, sebagaimana yang
didefinisasikan disini, telah dianggap sebagai sumber pengetahuan agama.
Keterbukaan ini dilembagakan dalam ijtihad, suatu kemampuan-lebih tepatnya,
kewajiban-bagi setiap muslim yang cerdas untuk meninjau kembali seluruh atau
sebagian dari kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai Islam. Ijtihad bersifat
dinamis dan kreatif, dan dengan sendirinya sangat menarik bagi orang yang
cerdas. Sementara ijma’ diberkati sebagai mahkota upaya pemahaman, yang secara
terus menerus dibenturi oleh daya kreatif ijtihad: dan sementara ijtihad
direstui sebagai tujuan pemahaman yang sangat dibutuhkan.
B.
KESEPAKATAN KEHENDAK (IJMA’
AL-IRADAH)
Kesepakatan kekuatan adalah komunitas kehendak dan mempunyai dua
komponen: ‘ashbiyyah atau sensus komunis dimana kaum muslim menanggapi
peristiwa dan situasi dengan satu cara yang sama. ‘Ashbiyyah, atau kepaduan
sosial, tidaklah sama dengan, atau merupakan
konsekuensi dari kesepakatan wawasan, ‘ashbiyyah memerlukan lebih dari
hanya kesepakatan wawasan. Ia mengungkapkan dirinya dalam satu keputusan untuk
menyatu dalam gerakan, untuk mempercayakan nasib diatas kapal ummah, dan
selanjutnya menanggapi cara positif seruan tersebut dan melakukan segala hal
yang dituntut olehnya. Ishabiyyah Islam adalah ‘ashabiyyah yang sadar, dapat
diterangkan dengan jelas sebagai tindakan yang etis dan bertanggung jawab.
Sebagai salah satu unsur pembentuk ummah universalis yang mencakup satu bagian
besar dari dunia ini, ‘ashabiyyah tidak bisa hanya menjadi satu pernyataan
pendapat si-Muslim dalam saat-saat kesendiriannya saja. ‘ashabiyyah harus
didisiplinkan agar sejalan dengan ‘ashabiyyah dari semua muslim lainnya agar
bisa menerjemahkan dirinya menjadi tindakan gotong-royong bersama semua muslim
lainnya. Inilah aspek nizham untuk mana pranata ijma’ telah mempersiapkan
pemahaman muslim akan akan makna tauhid.
Para pendahulu dalam menetapkan nizham mengetahui dengan pasti
bahwa setiap muslim haruslah melek huruf, mengenal bagian yang besar dari al-Quran,
Sunnah dan sahabat, Bahwa dia harus sering mengunjungi jama’ah yang dekat
dengan rumahnya dan beribadah dimasjid atau mushola yang ada dilingkungannya.
Masjid, dahulu merupakan pusat kegiatan Islam/mekanisme logistik karena disini
tempat yang setiap harinya bertemunya kaum muslim. Puncaknya pada sholat
jum’at, dimana khotbah imam adalah bagian utama bertujuan untuk menasehati
sesama muslim dengan didasarkan pada acuan-acuan Al-Quran dan sunnah. Dalam
islam semua ini merupakan ibadah; transformasi aktual dunia dan manusia untuk
tujuan mana al-Quran telah diwahyukan, pengabdian konkret dari buruh tani di
ladang tuhan yang adalah bumi itu sendiri, bukan kebaktian berupa akrobat jiwa
dari para pendeta didalam biara, dari para guru Upanishad, bukan pula tindak
menyakiti diri, penyangkalan dunia dari penolakan sejrah dari seorang pertapa
tradisi agama manapun.
C.
KESEPAKATAN TINDAKAN
Kesepakatan tindakan adalah Klimaks, dalam peristiwa aktual, dari
semua persiapan sebelumnya. Merupakan pelaksanaan dari kewajiban-kewajiban yang
timbul dari ijma’ suatu proses yang seperti halnya dinamisme abadi dialektika
ijma’ijtihad, tidak pernah dapat dkatakan berakhir dan mengantarkan manusia ke surga. Memenuhi
kebutuhan-kebutuhan material ummah merupakan intisari dari kehendak ilahi,
karena tuhan menciptakann anusia bertujuan untuk mengabdi kepadanya. Laksana buruh tani yang bekerja di ladang
tuhan, berarti tuhan mengijinkan mengolah tanah, memanfaatkan sumberdaya yang
ada. Dalam menjelaskan pandangan ini Al-Qur’an melukiskan kemiskinan sebagai
janji setan dan mengidentikkan tindakan memberi makan orang-orang miskin dan
melindungi yang lemah dengan agama itu sendiri. Konsekuensi manusia boleh
menikmati kekayaan alam bila mana ia telah melaksanakan tugas mengbdi
kepadanya, dalam wawasan mesopotamia, tindakan penciptaan manusia itu sendiri
menempatkan manusia didalam ldang tuhan sebagai buruhnya. Pemikiran sempi tidak
pernah bisa mengerti praktek penyangkalan dunia atau penyiksaan diri yang
dilakukan oleh para petapa. Ia tidak menganggap seks, makanan dan kenyamanan
adalah hal yang buruka, tetapi penyalahgunaan lah yang menjadi suatu keburukan.
Berapa banyak manusia yang dianggap cukup dari kebutuhan-kebutuhan
material manusia yang harus dipenuhi oleh khalifah jika ia mau memenuhi apa
yang diharapkan darinya. Batas minimumnya mudah ditetapkan, yakni pada tingkat
dimana bahaya kelaparan, sakit, kematian dalam usia muda dapat diberantas oleh
umat manusia. Sedangkan batas maksimumnya mustahil ditetapkan karena bik
pemanfaatan alam maupun kemampuannya untuk menghasilkan pangan tidaklah bisa
ditentukan. Al-Quran menjelaskan bahwa alam beserta isinya adalah untuk
kepentingan manusia, tetap saja ada aturan dalam menggunakan alam dengan bijak,
dan dianjurkan untuk dermawan layaknya yang diajarkan oleh agama-agama lain.
Manusia yang menikmati hasil alam juga diwajibkan mengeluarkan zakat yang
diperuntukkan untuk orang yang membutuhkan. Adapun tugas khalifah untuk
memudahkan ummah untuk mencari nafkah dan menikmati karunia tuhan diatas bumi
ini. Kebutuhan yang bersifat material sebenarnya adalah baik dan suci (harus dipenuhi secara sempurna), tetapi
semuanya harus mereka tunjang hanyalah sarana, suatu penopang bagi aspek
rohani. Menganggap pencarian materi sebagai tujuan akhir berarti mengingkari
aspek rohani tersebut. Bukan berarti aspek rohani adalah kehidupan kerohanian
yang hampa, yang berupa kegiatan ritual dan upaya transformasi dari semata-mata
sebagai alternatif dari kehidupan yang diwarnai oleh usaha pencarian materi.
Kehidupan kerohanian memiliki tiga tahap yang harus diselesaikan
sekaligus, yang pertama adalah ketertiban individu dalan kepedulian umum dari
ummah. Yang kedua adalah upaya pendidikan bagi diri sendiri dan orang-orang
laindengan tujuan ganda, agar penguasaan atas alam membuat pemanfaatannya
menjadi leih mudah. Yang ketiga adalah penghasilan karya-karya estetis yang
mencerminkan hasrat, aspirasi dan karir ummah.
Komponen kedua dari kesepakatan tindakan adalah pendidikan kepada
setiap anggota ummah sampai pada batas dan ketinggian dimana realisasi diri
yang sepenuhnya dapat dicapai. Tak seorang individu pun yang dapat dianggap
telah memenuhi tugasnya seorang hamba tuhan jika potensi pribadinya belum
dikembangkan dan dikerahkan semaksimal mungkin. Dalam analisis akhir sisi
kesepakatan tindakaninilah yang merupakan kebahagiaan tertinggi ummah, yaitu
sumbangannya kepada usaha islamisasi dunia. Aspek dari tugasnya inilah yanga
menangkat ummah pada tingkatan sebagai penantang dalam sejarah manusia, dalam
sejarah dunia. Pencapaiannya di bidang ini merupakan pembenaran ultimat bagi
ummah dimata tuhan, sub spiece aeternitatis (dalam bentuk atau sifatnya yang
esensial).
II.
TAUHID DAN KEKUATAN POLITIK
A.
ISLAM DAN DUNIA MUSLIM : KENYATAAN
YANG MENYEDIHKAN
Dunia Islam yang saat ini terdiri dari lebih dari satu milyar jiwa
yang menempati wilayah di berbagai belahan dunia merupakan suatu potensi yang
sangat besar untuk menjadikan kalimah tuhan tegak didunia. Tetapi sayangnya
masih banyak yang jauh untuk mengembangkan dan mengerahkan semua kemampuan
untuk menegakkan agama Allah. Sebagian besar konstitusi di negeri-negeri muslim
menyatakan bahwa Islam adalah agama negara. Tetapi hanya saudi Arabia yang
mengamalkan dengan serius, disusul negara Pakistan dan Kwait. Negara seperti
Mesir, Maroko, Sudan dll menganggap Islam sebagai pulasan yang perlu dari
sebuah bangunan yang struktur internalnya dibentuk oleh pandangan-pandangan
dengan barat, bukan pandangan Islam. Dengan sistem pemerintahan mereka, tak
satupun negeri muslim tetap berada dalam mobilisasi dan kewaspadaan
terus-menerus seperti yang dipraktekkan oleh Nabi pada zamannya.
Bukanlah hal yang menyedihkan bahwa kaum muslimin sekarang yang
lemah dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Konsekwensi dari tidak adanya
wawasan ini adalah tidak adanya sama sekali upaya untuk membina warga negara
Islam, yang disamping terikat pada Islam, juga siap menyambut kedatangan abad
ke-21 yang telah hampir tiba.
B.
JANJI KEKUATAN POLITIK
Tak seorang pun muslim yang comitted yang mau mengerti
apologi-apologi mengenai kelemahan-kelemahan ummah yang menyedihkan diabad ini
dan menerima argumen bahwa inisiatif dan pembaharua harus datang dari jajaran
massa sebelum khilafah. Apa yang dibutuhkan saat ini adalah menggerakkan
mereka, bisa datang dari pemimpin yang siap terjun langsung untuk campur tangan
dalam sejarah sebagai subjek, bukan objek. Bisa juga dimulai dirumah, dalam
upaya yang tenang dan tidak tergesa-gesa untuk bangun khilafah. Begitu diyakini
bahwa dasar propinsial telah terwujud, khilafah harusnya menyerukan kepada kaum
muslimin untuk bergerak maju. Tak ada harga yang bisa dianggap terlalu mahal
untuk mencapai sasaran ini kecuali buyarnya khilafah itu sendiri. Para
personilnya dapat dan harus jika kemajuan menuju cita-cita tersebut tidak dapat
diraih tanpa itu. Begitu ummah telah berdiri tegak dan siap, maka saat itulah
kekhalifahan abu bakar akan tegak kembali, dan saat itu akan merupakan saat
yang paling besar dalam sejarah.
III.
KESIMPULAN
Tauhid menegaskan bahwa “Sesungguhnya ummah mu ini adalah ummah
yang satu yang tuhannya adalah Allah. Ummah adalah suatu tatanan manusia
yang sepakat dalam tiga hal: pikiran, perasaan, dan tindakan. Sebagai negara,
ummah lebih tepat disebut sebagai khalifah daripada daulah. Kekhalifahan adalah
suatu kesepakatan tiga dimensi : kesepakatan wawasan, kekuatan dan produksi.
Dunia Islam saat ini banyak tersebar di berbagai belahan dunia
tetapi sedikit yang mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menegakkan agama
Allah. Dikarenakan kurangnya wawasan/skil dalam bidang ekonomi sosial dan
politik. Untuk itu perlu adanya pembaharuan dalam diri pemimpin dan masa nya.
Pemimpin yang mau terjun langsung dalam masyarakat sebagai subyek dan
menyerukan untuk bergerak maju. Selain pemimpin juga perlu kerja sama antar
masyarakat yang kreatif dan inofatif untuk sebuah cita-cita tersebut.
Dikutip dari
buku berjudul TAUHID karangan Ismail Raji al-Faruqi terbitan Pustaka, 1995
Halaman 147-160
No comments:
Post a Comment