Pages - Menu

Pages - Menu

Friday 13 October 2017

Prinsip Tata Politik dalam TAUHID





 
TAUHID : PRINSIP TATA POLITIK

Tauhid menegaskan bahwa “Sesungguhnya ummah mu ini adalah ummah yang satu yang tuhannya adalah Allah. Karenanya, sembahlah Dia dan mengabdilah kepada-Nya. Bahwa orang-orang beriman adalah bersaudara, saling mencintai dan menasehati agar menetapi kebenaran dan kesabaran. Yang bersama-sama pada tali Allah dan tidak bercerai-berai,saling mengandalkan, mematuhi Allah dan Rosulnya yang merupakan relevansi tauhid dengan masyarakat.
Ummah adalah suatu tatanan manusia yang sepakat dalam tiga hal: pikiran, perasaan, dan tindakan. Ummah adalah suatu persaudaraan universal yang tidak mengenal warna kulit atau identitas etnis. Pada intinya semua manusia adalah satu, yang membedakan hanyalah taqwa. Harus saling membantu sesama dalam berbagai hal, entah membantu secara pikiran maupun materi. Ummah tidak tidak didasarkan pada ras, wilayah teritorial, bahasa, ataupun kekuasaan militer dan politik, atau sejarah masa lampau. Ia didasarkan pada Islam. Siapapun yang memilih Islam sebagai agamanya dan mengatur kehidupannya dengan hukum-hukumnya berarti secara ipso facto telah menjadi anggota Ummah. Inilah makna dari persyaratan yuristik syahadah, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Seorang muslim mempunyai hak, bebas melakukan apapun selama tidak bertentangan dengan syari’ah dan mematuhi hukum yang ada. Jika hukum tersebut mempengaruhi kehidupannya dengan cara merugikan Islam, maka ia boleh hijrah ke wilayah lain  yang sesuai. Ummah tidak berkewajiban untuk ikut campur atas namanya. Akan tetapi adalah tugas setiap individu muslim untuk menyeru orang-orang lain kepada islam dan berusaha membangun ummah dinegeri tempat tinggalnya. Manakala jumlah kaum muslimin telah cukup banyak dinegeri itu, maka adalah kewajiban mereka untuk mengusahakan syari’ah agar menjadi hukum dinegeri itu.

I.                    TAUHID DAN KHILAFAH
Ummah, sebagaimana didefinisikan diatas, adalah agen rekonstruksi, atau pembaruan dunia untuk memenuhi kehendak ilahi. Ummah sama dengan negara, dalam arti bahwa ia berdaulat, dan memiliki organ-organ serta kekuasaan yang diperlukan oleh kedaulatan tersebut. Sebagai negara, ummah lebih tepat disebut sebagai khalifah daripada daulah. Kekhalifahan adalah suatu kesepakatan tiga dimensi : kesepakatan wawasan, kekuatan dan produksi.

A.    KESEPAKATAN WAWASAN (IJMA’ AL-RU’YAH)
Adalah komunitas pikiran atau kesadaran, dan mempunyai tiga komponen. Yang pertama adalah pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk kehendak ilahi dan tentang gerakan dalam sejarah, yang telah dihasilkan olih realisasi nilai-nilai tersebut. Pengetahuan bersifat sistematis dan historis, yang didasarkan pada wahyu. Yaitu Al-Quran, sunnah; dan akan, melalui pemahamannya akan proses-proses sendiri, Akan realita umum, alam, manusia dan masyarakat, baik dalam kasus wahyu maupun kasus akal.
Pengetahuan akan bergerak dalam sejarah yang telah dilahirkan oleh realisasi nilai-nilai Islam, materi-materi khusus dari aktualisasi nilai memberi pengaruh pedagogis yang berharga yang sangat baik pada mereka dan mempelajarinya dan lebih mudah untuk diserapi dan diingat daripada isi dari telah sistematis. Maka perlulah baginya untuk mengaitkan nilai-niilai dengan masa kini, dan menetapkan materi mana yang akan merealisasikan nilai yang mana, bagaimana kondisi-kondisi masa kini mempengaruhi tata urutan nilai-nilai dalam tugas untuk mengaktualisasikannya. Kesepakatan wawasan, sebagaimana yang didefinisasikan disini, telah dianggap sebagai sumber pengetahuan agama. Keterbukaan ini dilembagakan dalam ijtihad, suatu kemampuan-lebih tepatnya, kewajiban-bagi setiap muslim yang cerdas untuk meninjau kembali seluruh atau sebagian dari kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai Islam. Ijtihad bersifat dinamis dan kreatif, dan dengan sendirinya sangat menarik bagi orang yang cerdas. Sementara ijma’ diberkati sebagai mahkota upaya pemahaman, yang secara terus menerus dibenturi oleh daya kreatif ijtihad: dan sementara ijtihad direstui sebagai tujuan pemahaman yang sangat dibutuhkan.

B.     KESEPAKATAN KEHENDAK (IJMA’ AL-IRADAH)
Kesepakatan kekuatan adalah komunitas kehendak dan mempunyai dua komponen: ‘ashbiyyah atau sensus komunis dimana kaum muslim menanggapi peristiwa dan situasi dengan satu cara yang sama. ‘Ashbiyyah, atau kepaduan sosial, tidaklah sama dengan, atau merupakan  konsekuensi dari kesepakatan wawasan, ‘ashbiyyah memerlukan lebih dari hanya kesepakatan wawasan. Ia mengungkapkan dirinya dalam satu keputusan untuk menyatu dalam gerakan, untuk mempercayakan nasib diatas kapal ummah, dan selanjutnya menanggapi cara positif seruan tersebut dan melakukan segala hal yang dituntut olehnya. Ishabiyyah Islam adalah ‘ashabiyyah yang sadar, dapat diterangkan dengan jelas sebagai tindakan yang etis dan bertanggung jawab. Sebagai salah satu unsur pembentuk ummah universalis yang mencakup satu bagian besar dari dunia ini, ‘ashabiyyah tidak bisa hanya menjadi satu pernyataan pendapat si-Muslim dalam saat-saat kesendiriannya saja. ‘ashabiyyah harus didisiplinkan agar sejalan dengan ‘ashabiyyah dari semua muslim lainnya agar bisa menerjemahkan dirinya menjadi tindakan gotong-royong bersama semua muslim lainnya. Inilah aspek nizham untuk mana pranata ijma’ telah mempersiapkan pemahaman muslim akan akan makna tauhid.
Para pendahulu dalam menetapkan nizham mengetahui dengan pasti bahwa setiap muslim haruslah melek huruf, mengenal bagian yang besar dari al-Quran, Sunnah dan sahabat, Bahwa dia harus sering mengunjungi jama’ah yang dekat dengan rumahnya dan beribadah dimasjid atau mushola yang ada dilingkungannya. Masjid, dahulu merupakan pusat kegiatan Islam/mekanisme logistik karena disini tempat yang setiap harinya bertemunya kaum muslim. Puncaknya pada sholat jum’at, dimana khotbah imam adalah bagian utama bertujuan untuk menasehati sesama muslim dengan didasarkan pada acuan-acuan Al-Quran dan sunnah. Dalam islam semua ini merupakan ibadah; transformasi aktual dunia dan manusia untuk tujuan mana al-Quran telah diwahyukan, pengabdian konkret dari buruh tani di ladang tuhan yang adalah bumi itu sendiri, bukan kebaktian berupa akrobat jiwa dari para pendeta didalam biara, dari para guru Upanishad, bukan pula tindak menyakiti diri, penyangkalan dunia dari penolakan sejrah dari seorang pertapa tradisi agama manapun.

C.     KESEPAKATAN TINDAKAN
Kesepakatan tindakan adalah Klimaks, dalam peristiwa aktual, dari semua persiapan sebelumnya. Merupakan pelaksanaan dari kewajiban-kewajiban yang timbul dari ijma’ suatu proses yang seperti halnya dinamisme abadi dialektika ijma’ijtihad, tidak pernah dapat dkatakan berakhir dan mengantarkan  manusia ke surga. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan material ummah merupakan intisari dari kehendak ilahi, karena tuhan menciptakann anusia bertujuan untuk mengabdi kepadanya.  Laksana buruh tani yang bekerja di ladang tuhan, berarti tuhan mengijinkan mengolah tanah, memanfaatkan sumberdaya yang ada. Dalam menjelaskan pandangan ini Al-Qur’an melukiskan kemiskinan sebagai janji setan dan mengidentikkan tindakan memberi makan orang-orang miskin dan melindungi yang lemah dengan agama itu sendiri. Konsekuensi manusia boleh menikmati kekayaan alam bila mana ia telah melaksanakan tugas mengbdi kepadanya, dalam wawasan mesopotamia, tindakan penciptaan manusia itu sendiri menempatkan manusia didalam ldang tuhan sebagai buruhnya. Pemikiran sempi tidak pernah bisa mengerti praktek penyangkalan dunia atau penyiksaan diri yang dilakukan oleh para petapa. Ia tidak menganggap seks, makanan dan kenyamanan adalah hal yang buruka, tetapi penyalahgunaan lah yang menjadi suatu keburukan.
Berapa banyak manusia yang dianggap cukup dari kebutuhan-kebutuhan material manusia yang harus dipenuhi oleh khalifah jika ia mau memenuhi apa yang diharapkan darinya. Batas minimumnya mudah ditetapkan, yakni pada tingkat dimana bahaya kelaparan, sakit, kematian dalam usia muda dapat diberantas oleh umat manusia. Sedangkan batas maksimumnya mustahil ditetapkan karena bik pemanfaatan alam maupun kemampuannya untuk menghasilkan pangan tidaklah bisa ditentukan. Al-Quran menjelaskan bahwa alam beserta isinya adalah untuk kepentingan manusia, tetap saja ada aturan dalam menggunakan alam dengan bijak, dan dianjurkan untuk dermawan layaknya yang diajarkan oleh agama-agama lain. Manusia yang menikmati hasil alam juga diwajibkan mengeluarkan zakat yang diperuntukkan untuk orang yang membutuhkan. Adapun tugas khalifah untuk memudahkan ummah untuk mencari nafkah dan menikmati karunia tuhan diatas bumi ini. Kebutuhan yang bersifat material sebenarnya adalah baik dan suci  (harus dipenuhi secara sempurna), tetapi semuanya harus mereka tunjang hanyalah sarana, suatu penopang bagi aspek rohani. Menganggap pencarian materi sebagai tujuan akhir berarti mengingkari aspek rohani tersebut. Bukan berarti aspek rohani adalah kehidupan kerohanian yang hampa, yang berupa kegiatan ritual dan upaya transformasi dari semata-mata sebagai alternatif dari kehidupan yang diwarnai oleh usaha pencarian materi.
Kehidupan kerohanian memiliki tiga tahap yang harus diselesaikan sekaligus, yang pertama adalah ketertiban individu dalan kepedulian umum dari ummah. Yang kedua adalah upaya pendidikan bagi diri sendiri dan orang-orang laindengan tujuan ganda, agar penguasaan atas alam membuat pemanfaatannya menjadi leih mudah. Yang ketiga adalah penghasilan karya-karya estetis yang mencerminkan hasrat, aspirasi dan karir ummah.
Komponen kedua dari kesepakatan tindakan adalah pendidikan kepada setiap anggota ummah sampai pada batas dan ketinggian dimana realisasi diri yang sepenuhnya dapat dicapai. Tak seorang individu pun yang dapat dianggap telah memenuhi tugasnya seorang hamba tuhan jika potensi pribadinya belum dikembangkan dan dikerahkan semaksimal mungkin. Dalam analisis akhir sisi kesepakatan tindakaninilah yang merupakan kebahagiaan tertinggi ummah, yaitu sumbangannya kepada usaha islamisasi dunia. Aspek dari tugasnya inilah yanga menangkat ummah pada tingkatan sebagai penantang dalam sejarah manusia, dalam sejarah dunia. Pencapaiannya di bidang ini merupakan pembenaran ultimat bagi ummah dimata tuhan, sub spiece aeternitatis (dalam bentuk atau sifatnya yang esensial).

II.                 TAUHID DAN KEKUATAN POLITIK


A.    ISLAM DAN DUNIA MUSLIM : KENYATAAN YANG MENYEDIHKAN
Dunia Islam yang saat ini terdiri dari lebih dari satu milyar jiwa yang menempati wilayah di berbagai belahan dunia merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk menjadikan kalimah tuhan tegak didunia. Tetapi sayangnya masih banyak yang jauh untuk mengembangkan dan mengerahkan semua kemampuan untuk menegakkan agama Allah. Sebagian besar konstitusi di negeri-negeri muslim menyatakan bahwa Islam adalah agama negara. Tetapi hanya saudi Arabia yang mengamalkan dengan serius, disusul negara Pakistan dan Kwait. Negara seperti Mesir, Maroko, Sudan dll menganggap Islam sebagai pulasan yang perlu dari sebuah bangunan yang struktur internalnya dibentuk oleh pandangan-pandangan dengan barat, bukan pandangan Islam. Dengan sistem pemerintahan mereka, tak satupun negeri muslim tetap berada dalam mobilisasi dan kewaspadaan terus-menerus seperti yang dipraktekkan oleh Nabi pada zamannya.
Bukanlah hal yang menyedihkan bahwa kaum muslimin sekarang yang lemah dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Konsekwensi dari tidak adanya wawasan ini adalah tidak adanya sama sekali upaya untuk membina warga negara Islam, yang disamping terikat pada Islam, juga siap menyambut kedatangan abad ke-21 yang telah hampir tiba.

B.     JANJI KEKUATAN POLITIK
Tak seorang pun muslim yang comitted yang mau mengerti apologi-apologi mengenai kelemahan-kelemahan ummah yang menyedihkan diabad ini dan menerima argumen bahwa inisiatif dan pembaharua harus datang dari jajaran massa sebelum khilafah. Apa yang dibutuhkan saat ini adalah menggerakkan mereka, bisa datang dari pemimpin yang siap terjun langsung untuk campur tangan dalam sejarah sebagai subjek, bukan objek. Bisa juga dimulai dirumah, dalam upaya yang tenang dan tidak tergesa-gesa untuk bangun khilafah. Begitu diyakini bahwa dasar propinsial telah terwujud, khilafah harusnya menyerukan kepada kaum muslimin untuk bergerak maju. Tak ada harga yang bisa dianggap terlalu mahal untuk mencapai sasaran ini kecuali buyarnya khilafah itu sendiri. Para personilnya dapat dan harus jika kemajuan menuju cita-cita tersebut tidak dapat diraih tanpa itu. Begitu ummah telah berdiri tegak dan siap, maka saat itulah kekhalifahan abu bakar akan tegak kembali, dan saat itu akan merupakan saat yang paling besar dalam sejarah.

III.              KESIMPULAN
Tauhid menegaskan bahwa “Sesungguhnya ummah mu ini adalah ummah yang satu yang tuhannya adalah Allah. Ummah adalah suatu tatanan manusia yang sepakat dalam tiga hal: pikiran, perasaan, dan tindakan. Sebagai negara, ummah lebih tepat disebut sebagai khalifah daripada daulah. Kekhalifahan adalah suatu kesepakatan tiga dimensi : kesepakatan wawasan, kekuatan dan produksi.
Dunia Islam saat ini banyak tersebar di berbagai belahan dunia tetapi sedikit yang mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menegakkan agama Allah. Dikarenakan kurangnya wawasan/skil dalam bidang ekonomi sosial dan politik. Untuk itu perlu adanya pembaharuan dalam diri pemimpin dan masa nya. Pemimpin yang mau terjun langsung dalam masyarakat sebagai subyek dan menyerukan untuk bergerak maju. Selain pemimpin juga perlu kerja sama antar masyarakat yang kreatif dan inofatif untuk sebuah cita-cita tersebut.

Dikutip dari buku berjudul TAUHID karangan Ismail Raji al-Faruqi terbitan Pustaka, 1995 Halaman 147-160

No comments:

Post a Comment